RSS

Contoh dari media cetak yang berhubungan dengan nilai-nilai pancasila



Nuansa Berbeda dalam Upacara HUT RI ke-70 di Istana

Selasa, 18 Agustus 2015 | 06:53 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Suasana upacara peringatan detik-detik proklamasi di Istana Negara kemarin terlihat berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, pihak Istana mengundang lebih banyak warga biasa ketimbang pejabat. “Yang masuk prioritas 70 persen masyarakat dan 30 persen pejabat,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno sebelum upacara dimulai Senin 17 Agustus 2015.
Pratikno mengatakan warga undangan berasal dari wilayah yang ada di sekitar Istana, warga kampung nelayan, petani, pedagang, dan para penghuni panti sosial. “Banyak undangan yang tidak pakai jas. Banyak yang pakai batik karena memang tidak punya jas. Kalau disuruh pakai jas, tidak bisa ke sini nanti," kata Pratikno.
Menurut anggota Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, Presiden Joko Widodo meminta staf Istana mengundang 2.000 warga yang berasal dari Jakarta dan daerah terpencil di luar Pulau Jawa. Warga Jakarta yang diundang kebanyakan berasal dari tempat-tempat yang telah mendapat sentuhan Joko Widodo saat menjabat Gubernur DKI, seperti warga kampung deret Petogogan, Tanah Tinggi, Benhil, dan pedagang Blok G Tanah Abang.
Selain itu, Presiden Jokowi mengundang masyarakat adat Baduy ke Istana. Penampilan mereka amat sederhana, hanya mengenakan pakaian adat serba putih dan tanpa alas kaki. Mursyid, seorang warga Baduy dari Dusun Cibeo, Lebak, Banten, mengatakan dia bersama teman-temannya berjalan kaki selama tiga hari untuk menuju Istana dari rumah mereka. "Ya, kami datang karena kan leluhur kami juga ikut memperjuangkan kemerdekaan," kata dia.

Mursyid sangat menghargai undangan dari Presiden Jokowi. Musababnya, kata dia, Jokowi sangat peduli kepada suku pedalaman, dan menganggap suku pedalaman merupakan bagian dari kekayaan Nusantara. Mursyid juga meminta Presiden memberikan regulasi khusus untuk kelestarian adat masyarakat Baduy.
"Tentu masyarakat seperti kami butuh pengakuan, kesejahteraan, dan keberlangsungan hidup. Kami minta hak-hak adat kami menjadi identitas utama di kartu tanda penduduk (KTP) kami," ujar Mursyid. Karena itu, kata dia, warga Baduy mendesak agar Presiden Jokowi mengizinkan pencantuman agama Sunda Wiwitan pada KTP mereka.
Selain itu, kehadiran Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri, di Istana membuat peringatan Hari Kemerdekaan tahun ini memiliki nuansa berbeda. Ini adalah pertama kalinya Megawati hadir di Istana setelah 10 tahun absen. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini tak sekali pun hadir sepanjang masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Adapun Yudhoyono kemarin tak tampak hadir.
Menutup rangkaian peringatan acara kemerdekaan, pihak Istana menggelar acara makan malam istimewa. Seluruh rangkaian acara malam itu disebut akan bertema kejayaan maritim Indonesia. Namun acara itu tertutup bagi wartawan.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan ada kemungkinan tahun depan Presiden Joko Widodo merayakan peringatan Hari Kemerdekaan di luar Kompleks Istana Kepresidenan. Menurut dia, Presiden ingin menghadiri perayaan kemerdekaan di tempat lain agar bisa merayakannya bersama dengan masyarakat.
"Nanti menteri-menteri disebar ke berbagai provinsi, jadi perayaan tidak hanya terfokus di Jakarta," kata Pramono, di Istana Merdeka, kemarin. Dia memastikan upacara perayaan HUT Kemerdekaan di Istana bakal tetap diselenggarakan. Wakil Presiden akan menjadi inspektur upacara. "Supaya perayaan di Kompleks Istana Kepresidenan tetap berjalan," ujar Pramono.

Sumber            : http://www.tempo.co/read/fokus/2015/08/18/3237/nuansa-berbeda-dalam-upacara-hut-ri-ke-70-di-istana

Berita di atas termasuk sila ketiga. Yaitu sila “Persatuan Indonesia” menempatkan manusia Indonesia pada persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Menempatkan kepentingan Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi berarti, manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa bila diperlukan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia.
Menurut saya, tanggal 17 Agustus adalah salah satu contoh sikap patriotisme dan nasinalisme bangsa Indonesia. Mengenang kembali para pahlawan yang dulu berjuang untuk mempertahankan negara Indonesia dan membuat negara ini merdeka. Kesulitan apapun yang mereka hadapi untuk memperjuangkan tanah air, mereka tetap bersatu dan saling membantu. Sikap seperti itulah yang patut kita contohi. Kita sebagai penerus bangsa, harus meniru sikap patriotisme, persatuan, dan cinta tanah air seperti yang dilakukan pahlawan-pahlawan kita dulu. 
Lalu bagaimana cara generasi muda masa kini untuk mengisi kemerdekaan?
1.      Pengabdian ke masyarakat
Terlibat dalam kegiatan sosial dan pelayanan masyarakat merupakan salah satu cara yang kini banyak dilakukan oleh para pemuda.
2. Mendukung perkembangan produk dalam negeri
Banyak dari anak muda Indonesia yang lebih merasa bangga saat menggunakan produk dari brand-brand ternama di dunia. Tanpa disadari, hal tersebut justru dapat mematikan pertumbuhan dari brand-brand lokal yang beberapa diantaranya juga memiliki kualitas produk yang tidak kalah dengan brand luar.
3. Terlibat dalam memajukan sektor pendidikan
Aset terbesar dari suatu negara bukanlah sumber daya alamnya, melainkan sumber daya manusia dari negara tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan.
4. Mengenalkan budaya Indonesia kepada dunia
Menurut Sunarto, pengenalan budaya Indonesia kepada masyarakat dunia juga dapat dijadikan sebagai wujud untuk mengisi kemerdekaan. Pemuda yang pernah ikut serta dalam kegiatan pertukaran pemuda ke Kanada ini tidak lupa untuk mengenalkan budaya Indonesia kepada teman-temannya di Kanada saat mengikuti kegiatan pertukaran pemuda.
5. Saling menghormati dan berbagi
Sikap saling menghormati memang sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia yang pada dasarnya terdiri dari berbagai suku, ras dan agama yang berbeda-beda. Jika perbedaan tersebut tidak disikapi dengan rasa saling menghormati, maka tidak akan terjadi kemerdekaan yang sepenuhnya.

0 komentar:

Posting Komentar